Akibat-Akibat Hukum Kepailitan

a.    Akibat kepailitan terhadap debitor dan harta kekayaannya 

Berdasarkan Pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004, bahwa kepailitan mengakibatkan terjadinya sita umum terhadap seluruh harta kekayaan debitor, baik yang ada pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan maupun segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ketentuan ini menunjukkan bahwa kepailitan itu hanya mengenai harta debitor dan bukan meliputi diri debitor. Namun demikian, tidak semua harta kekayaan debitor masuk kedalam harta pailit.

 

Berdasarkan Pasal 22 UU No. 37 Tahun 2004, yaitu penyitaan tersebut tidak berlaku terhadap:

1) benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat ditempat itu;

2) segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu, atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

3) uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Berdasarkan Pasal 23 UU No. 37 Tahun 2004, “Debitor Pailit” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, termasuk juga istri atau suami dari debitor pailit yang menikah dalam persatuan harta. Dengan demikian, harta kekayaan istri atau suami dari debitor pailit yang tidak ada perjanjian pemisahan harta juga masuk dalam harta pailit.

Sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, maka akibat hukum bagi debitor pailit adalah sebagaimana diatur dalam 24 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa: “Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan”. Hal senada juga dapat ditemukan dalam Penjelasan Umum UU No. 37 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa: “Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan”.

Berdasarkan Pasal 97 UU No. 37 Tahun 2004 Kepailitan dan PKPU, bahwa, sejak debitor dinyatakan pailit dan selama dalam masa kepailitan, maka demi hukum debitor pailit tidak boleh (dilarang) untuk meninggalkan domisilinya (cekal), sungguhpun dalam hal ini Hakim Pengawas masih mungkin memberi izin bagi debitor pailit untuk meninggalkan tempatnya (domisilinya).Khusus dalam hal debitor berupa Perseroan Terbatas, maka menurut Penjelasan Pasal 24 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaannya menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah wewenang Kurator. Artinya pengurus perseroan hanya dapat melakukan tindakan hukum sepanjang menyangkut penerimaan pendapatan bagi perseroan tetapi dalam hal pengeluaran uang atas beban harta pailit, maka Kuratorlah yang berwenang memberikan keputusan untuk menyetujui pengeluaran tersebut.

Berdasarkan Pasal 24 ayat (2), putusan pernyataan pailit debitor dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat. Pengertian waktu setempat adalah waktu tempat putusan pernyataan pailit diucapkan oleh Pengadilan Niaga. Misalnya, putusan diucapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2001 pukul 13.00 WIB, sehingga putusan tersebut dihitung mulai berlaku sejak pukul 00.00 WIB tanggal 1 Juli 2001.

Perlu diperjelas bahwa putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan debitor kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Debitor tetap dapat melakukan perbuatan keperdataan lainnya, seperti melangsungkan pernikahan,menjadi wali dalam pernikahan anaknya, membuat perjanjian nikah, menerima hibah (sekalipun hibah tersebut demi hukum menjadi bagian harta pailit), mengurus harta kekayaan pihak lain, menjadi kuasa pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama pemberi kuasa, untuk hal tersebut debitor masih berwenang. Dengan demikian, sejak debitor dinyatakan pailit, hanya harta kekayaannya saja yang berada di bawah pengampuan, sedangkan debitor pailit itu sendiri tidak berada di bawah pengampuan.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) jo. Pasal 69 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, pengampu harta kekayaan debitor pailit adalah Kurator. Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka berdasarkan Pasal 26 jo. Pasal 105 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004, tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap Kurator, demikian halnya dengan semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit harus pula ditujukan kepada Kurator.

Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, apabila tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit tetap dilakukan atau diajukan terhadap debitor pailit, dan tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitor pailit, maka penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.

b.    Akibat kepailitan terhadap transfer dana dan transaksi efek 

Berdasarkan Pasal 24 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa apabila sebelum putusan pailit diucapkan, telah dilakukan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank, sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, maka transfer tersebut wajib diteruskan. Menurut penjelasan Pasal 24 ayat (3), bahwa transfer dana melalui bank perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian sistem transfer melalui bank.Ketentuan yang sama juga berlaku terhadap transaksi efek di Bursa Efek.

Berdasarkan Pasal 24 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004, bahwa dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di Bursa Efek, maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Menurut penjelasan Pasal 24 ayat (4) tersebut, bahwa transaksi efek di Bursa Efek perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian hukum atas transaksi efek di Bursa Efek. Adapun penyelesaian transaksi efek di Bursa Efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Dengan demikian, kendatipun putusan pailit berlaku sejak pukul 00.00 waktu setempat, namun sebelum putusan pailit telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga lain selain bank, transfer tersebut wajib diteruskan dan sah secara hukum. Demikian juga terhadap transaksi efek di Bursa Efek. Transaksi tersebut wajib diselesaikan.

c. Akibat kepailitan terhadap perikatan debitor

Berdasarkan Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004, bahwa semua perikatan debitor yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari (atas beban) harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.Sebagai konsekuensi hukum Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004 ini, maka apabila setelah putusan pernyataan pailit debitor masih juga melakukan perbuatan hukum yang termasuk harta kekayaannya sebagai harta pailit, maka perbuatan hukum itu tidak mengikat kecuali apabila perikatan yang dibuat debitor menguntungkan harta pailit.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan penerapan Pasal 25 UU No. 37 Tahun 2004 tersebut, yaitu:

1) ketentuan tersebut tidak hanya meliputi perikatan yang timbul dari perjanjian saja, tetapi juga yang timbul dari undang-undang. Sudah tentu termasuk yang timbul dari putusan hakim, baik hakim perdata untuk membayar gati rugi maupun putusan hakim pidana untuk membayar pidana denda (kepada negara).

2) Perikatan tersebut hanya meliputi perikatan yang terbit (timbul) sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan.

3) Mengingat frasa yang digunakan adalah “tidak lagi dibayar dari harta pailit”, maka Pasal 25 UUK-PKPU tersebut hanya meliputi perikatan yang menimbulkan kewajiban Debitur untuk membayar utang seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 UUK-PKPU.

d. Akibat kepailitan terhadap tuntutan atas harta pailit

Berdasarkan Pasal 27 UU No. 37 Tahun 2004, bahwa selama berlangsungnya proses kepailitan, maka segala tuntutan untuk memperoleh pemenuhan suatu perikatan dari harta pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokan.

e. Akibat kepailitan terhadap tuntutan hukum oleh pihak lain 

Berdasarkan Pasal 29 UU No. 37 Tahun 2004, bahwa suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitor.

f. Akibat kepailitan terhadap penetapan pengadilan sebelumnya 

Berdasarkan Pasal 31 ayat (1), bahwa putusan pernyataan pailit berakibat terhadap segala penetapan yang berkenaan dengan pelaksanaan putusan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

Artikel ini merupakan bagian dari kumpulan tulisan Pengacara Pailit.

Law Firm E P S & Partners
Grand Jati Junction Level P1 No 3A

Jl. Perintis Kemerdekaan, Kel. Perintis
Kec. Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara - 20231

Jangan ragu untuk menghubungi kami di:
Telepon           : 081370012375
Email              : eriksonipurba@yahoo.com
                          pengacarapailit.com@gmail.com

 Website          :  
www.PengacaraPailit.com

Terima kasih atas perhatian Anda.